Komitmen dan Peran POKDARWIS dalam Pelestarian Aset Wisata
Begitu pula provinsi-provinsi lain di Indonesia. Banyak mengandalkan sektor pariwisata, selain untuk menggerakkan ekonomi masyarakat juga berharap menambah pundi-pundi PAD (Pendapatan Asli Daerah)-nya. Termasuk Jawa Timur. Tak kurang dari 700 destinasi wisata terhampar seluruh sudut ujung timur Pulau Jawa ini. Diharapkan di titik-titik itu geliat ekonomi makin tumbuh dan berkembang.
Maka sudah sepatutnya, bangsa Indonesia bersyukur dan bangga karena memiliki kekayaan alam yang berpotensi sebagai detinasi wisata sangat melimpah ruah. Dari pinggir laut dengan hamparan pasirnya yang putih, lekuk-lekuk lembah yang elok sampai puncak gunung sangat memanjakan mata. Termasuk pula budaya berupa adat istiadat, kreasi seni, ritual agama, warisan situs purbakala serta tradisi dan keahlian tradisional “home made dan hand made” makin memperkaya khazanah daya tarik wisata.
Namun sebaik apapun destinasi wisata, jika tidak diimbangi pengelolaan yang baik, inovasi/ pengembangan, serta perawatan/ pemeliharaan yang berkesinambungan suatu saat akan mengalami masa surut. Jika sudah jatuh, susah dan perlu waktu untuk bangkit kembali.
Nah, sepanjang yang saya ketahui ada beberapa permasalahan-permasalahan yang belum tuntas yang dihadapi oleh dunia pariwisata Nusantara. Jika tidak disegerakan penyelesaiannya, niscaya dunia pariwisata kita akan makin tertinggal. Persoalan dan solusi ringkas yang perlu dilakukan antara lain:
A. Komitmen dan Kesadaran
Saat berkunjung ke suatu objek wisata, sering kita mendapati kawasan sekitar objek (termasuk di area wisata) begitu kumuh. Penuh dengan sampah. Infrastuktur jalan bagus tapi kanan-kiri jalan tak terurus. Rumput tinggi, drainase tak terawat. Termasuk juga sikap masyarakat sekitar yang tidak ramah. Bahkan ada yang “mengganggu” wisatawan. Ini salah satu indikasi kurang sadarnya sebagian masyarakat bahwa “daerahnya” adalah kawasan wisata.
Coba mampir ke pantai Balekambang, Malang Selatan. Pantainya indah. Pasir putihnya memanjang. Mirip Tanah Lot di Bali, karena di salah satu pulau karangnya ada pura-nya. Tapi jangan menggerutu dan risih kalau menjumpai sampah di sudut-sudut tidak terurus dan bikin murus. Begitu pula di beberapa objek wisata lain. Sampah masih jadi PR yang besar. Jadi, permasalahan sampah akan beres jika komitmen dan kesadaran seluruh stake holder dunia pariwisata ditingkatkan. Untuk itu perlu langkah-langkah konkret dari pelaku wisata untuk selalu mengedukasi masyarakat sekitar (pedagang, tukang parkir dan pramuwisata) dan wisatawan untuk selalu membuang sampah di tempatnya.
Ada baiknya, di seluruh objek wisata mulai disosialisasikan aturan yang tegas dan keras bagi pengunjung yang semau gue. Terutama mereka yang buang sampah sembarangan dan melakukan vandalisme, Bila aturannya jelas dan tegas, ke depan pasti para wisatawan juga tidak akan berbuat macam-macam.
B. Regulasi
Di Indonesia ini unik. Objek wisatanya tidak dikelola oleh satu badan. Tapi ada beberapa lembaga yang memiliki otoritas mengembangkan dan mengelola destinasi wisata. Contohnya: Air Terjun Kakek Bodo Tretes–Prigen. Dikelola oleh anak perusahaan PERHUTANI. Pemandian “Banyu Biru” Pasuruan, dikelola oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan. Situs. Kolam Air Panas Cangar, Pacet, Mojokerto dikelola oleh TAHURA R Soerjo Jawa Timur. Cagar Budaya (teritama candi-candi dan petilasan) warisan jaman Majapahit di Jawa Timur mayoritas dibawah kendali Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan Mojokerto.
Intinya, pengelolaan wisata akan mencapai hasil yang optimal jika dibarengi regulasi yang jelas serta pengelolaan keuangan yang akuntable.
C. Optimalisasi POKDARWIS
Sebenarnya di Indonesia sudah dicanangkan POKDARWIS, Kelompok Sadar Wisata yang bertujuan sebagai motivator untuk menjaga dan melestarikan obyek-obyek wisata atau destinasi yang kini telah ada. Selain itu juga mempromosikan destinasi yang kurang mendapat perhatian masyarakat luas.
Kelompok Sadar Wisata sebenarnya sangatlah ideal. Kelompok ini tumbuh dari, oleh dan untuk masyarakat sendiri. Masyarakat harus peduli akan keberadaan dan pelestarian kekayaan alam dan wisata di lingkungannya. Baik mereka yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan aktifitas Pariwisata di daerahnya.
Bila di suatu daerah komitmen dan kesadaran masyarakat akan pentingnya aset wisata dan pelestariannya sangat lemah, bisa jadi POKDARWIS-nya belum optimal, mengalami stagnasi atau tinggal PAPAN NAMA. Untuk itu sudah menjadi tugas lembaga publik (Pemerintah Daerah dan Kementerian Pariwisata) untuk lebih mengoptimalkan peran dan fungsi-fungsi POKDARWIS di setiap detinasi wisata. Bisa jadi, pariwisata Bali menjadi maju karena disana POKDARWIS-nya sudah melakukan aktifitas secara maksimal.
Jadi, jika POKDARWIS benar-benar diberdayakan niscaya persoalan sampah, keramahan penduduk lokal, kepedulian masyarakat dan kuliner yang tidak “menipu harga”, pengelolaan aset wisata dan pelestariannya akan bisa dioptimalkan.
Pelajar adalah generasi muda yang akan memegang
estafet kepemimpinan dan pengelolaan (apa saja) di kemudian hari.
Termasuk pengelolaan dan pelestarian wisata. Tak salah kiranya jika
mulai saat ini dilakukan langkah konkret untuk selalu mengedukasi
pelajar tentang pentingnya pariwisata di Indonesia. Bagaimana
pengembangannya dan pelestariannya. Jika pelajar (secara keseluruhan)
selalu dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan positif melalui integrasi
kurikulum, kegiatan lapangan, kunjungan wisata, kunjungan situs
purbakala, niscaya proses internalisasi nilai akan berjalan secara
alamiah. Di tangan merekalah masa depan pariwisata Indonesia kelak. Jadi
tidak sekedar melibatkan Cak Yuk atau Raka Raki atau Abang None yang
jumlahnya hanya segelintir. Maka tak salah kiranya, sekolah saya
walaupun swasta, kecil pula mengembel-embeli Plus Pariwisata. Salam Lestari.
Nb: Data diambil dari http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2013/12/16/komitmen-dan-peran-pokdarwis-dalam-pelestarian-aset-wisata-619675.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar